Sabtu, 10 Desember 2016

Upaya Mewujudkan Filsafat Pendidikan di Indonesia

Pendidikan di Indonesia baru dalam tahap perhatian. Perhatian-perhatian terhadap perlunya filsafat pendidikan itupun baru muncul disana-sini belum terkoordinasi menjadi suatu perhatian besar untuk segera mewujudkanya. Kondisi seperti ini tidak terlepas dari kesimpangsiuran pandangan para pendidik terhadap pendidikan itu sendiri,seperti telah diungkapkan diatas. Ada suatu hasil penelitian bertalian dengan hal diatas yang dilakukan oleh Jasin, dan kawan-kawanya (1994), dengan responden para mahasiswa PGSD, SI, S2, dan S3 IKIP Jakarta dan para ahli pendidikan di Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Penelitian itu menemukan hal-hal sebagai berikut : 

Lebih dari separo responden menginginkan penegasan kembali pengertian pendidikan dan pengajaran. 

Hampir separo responden mahasiswa dan dosen berpendapat bahwa ilmu pendidikan kurang dikembangkan, sementara itu seperlima para ahli pendidikan menyatakan pendidikan kurang fungsional untuk menyiapkan para calon guru

Para mahasiswa dan dosen berpendapat pendidikan adalah ilmu mandiri, sementara itu hampir sepertiga para ahli menyatakan ilmu pendidikan adalah ilmu terapan. 

Semua responden menyatakan kurang mengenal struktur ilmu pendidikan.Karena keragaman pandangan diatas membuat responden terpecah menjadi sebagian mendukung pernyataan guru tidak mendidik melainkan mengajar dan sebagian lagi menolak. Dari hasil penelitian tersebut di atas dapat ditarik sejumlah masalah bertalian dengan ilmu pendidikan,yaitu : (1)Belum jelas pengertian pendidikan dan pengajaran. (2)Ilmu Pendidikan kurang dikembangkan. (3)Ilmu Pendidikan kurang fungsional untuk menyiapkan para calon guru. (4)Belum jelas apakah ilmu Pendidikan merupakan ilmu dasar atau ilmu terapan. (5)Struktur ilmu pendidikan kurang dikenal. (6)Belum jelas apakah guru mendidik dan mengajar atau hanya mengajar saja. Keenam masalah tersebut di atas menunjukan bahwa pendidikan, khususnya pendidikan sebagai ilmu belum ditangani. Mulai dari pengertian, apakah sebagai ilmu dasar atau ilmu terapan, struktur ilmu itu, sampai dengan penerapannya pada para calon guru dan guru-guru masih belum jelas. Kondisi ilmu pendidikan seperti ini terjadi karena memang ilmu itu belum digali dan dikembangkan. Untuk mengembangkan ilmu Pendidikan yang bercorak Indonesia secara valid, terlebih dahulu dibutuhkan pemikiran dan perenungan itu adalah filsafat yang khusus membahas pendidikan yang tepat diterpkan dibumi Indonesia . Dengan kata lain, untuk menemukan teori-teori pendidikan yang bercorak Indonesia dibutuhkan terlebih dahulu rumusan filsafat pendidikan yang bercorak Indonesia pula. Bagaimana kiat untuk meningkatkan kegiatan usaha merumuskan filsafat pendidikan Indonesiaini, yang kini baru dalam tahap perhatian yang bersifat sporadic ? Tampaknya kiat itu perlu disesuaikan dengan alam kebiasaan bangsa Indonesia saat ini. Sesuatu akan terjadi secara relative lebih mudah bila gagasan itu bersumber dari dan disepakati atau disetujui oleh pemerintah. Filsafat pendidikan akan lebih mudah mendapat jalan dalam perkembanganya manakala pemrakarsa dapat menggugah hati pemerintah untuk menyetujuinya. Upaya mendorong pemerintah untuk memberi syarat akan pentingnya merumuskan filsafat pendidikan dan teori pendidikan yang bercorak Indonesia sudah pernah dilakukan menjelang sidang umum MPR (kompasa, 27 Nopembert 1992), sebagai satu sumbangaan untuk bahan sidang umum itu. Namun GBHN 1993 sebagai produk sidang itu, tidak mencantumkan perlunya perumusan filsafat dan teori pendidikan itu. Hal ini menunjukkan kemauan politik pemerintah kearah itu belum ada. Mudah-mudahan di waktu-waktu yang akan datang kemauan itu akan muncul. Di samping kunci utama untuk memulai kegiatan pengembangan filsafat pendidikan itu belum ada, ada lagi kunci kedua yang membuat sulitnya mengembangkan filsafat dan teori pendidikan itu, yaitu kesulitan menjabarkan sila-sila Pancasila agar mudah diterapkan di lapangan. Memang benar sila-sila Pancasila sudah dijabarkan menjadi 45 butir, tetapi penjabanran itu belum tentu sesuai dengan kebiasaan kerja para ahli pendidikan yang membuat hasil kerja mereka lebih mudah diterapkan di lapangan. Sampai sekarnag tidak setiap ahli diperkenankan menjabarkan sila-sila Pancasila. Yang diperbolehkan menjabarkan sila-sila itu hanya BP7 pusat, dengan maksud sangat mungkin unutk menghindari kesimpang-siuran makna sila-sila Pancasila itu sendiri. Tetapi bila para ahli pendidikan yang berwenang merumuskan filsafat pendidikan tidak diperkenankan menjabarkan atau menafsirkan sendiri sila-sila Pancasila itu akan membatasi kebebasan mereka berfikir dan mewujudkan filsafat itu. Bila hal itu tidak bisa ditawar-tawar, mungkin dapat diambil jalan kompromi yaitu dengan dibentuk tim yang anggotanya beberapa ahli pendidikan dan beberapa anggota BP7 pusat. Dengan cara ini kemacetan salah satu faktor penghambat pengembangan filsafat pendidikan di Indonesia dapat diatasi. 

Sumber:

Soetriono dan SRDm Rita Hanafi, 2007, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian, Yogyakarta :C.V Andi Ofset.

1 komentar: