Selasa, 29 November 2016

Metode dan Model Pembelajaran IPS Kelas Rendah

PENGERTIAN MEDIA DAN METODE MENGAJAR

Pengertian Media Pembelajaran

Kata media berasal daribahasa latin, yaitu medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara, atau pengantar. Selain itu, kata media juga berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari medium, dan secara harfiah berarti perantara atau pengantar, yaitu perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. 

Menurut Gerlach dan ely (dalam Hamdani 2010 : 243)) media apabila dipahami secara garis besar, media adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi agar sisw mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Secara lebih khusus, diartikan sebagai alat-alat grafis, fotografis, atau eletronik untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual dan verbal.

Sedangkan Education Assiciation (NEA) mendefinisikan media sebagai benda yang dapat dimanipulasikan, dilihat, didengar, dibaca atau dibicarakan beserta instrumen yang dipergunakan dengan baik dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga dapat mempengaruhi efektifitas program instruksional.

Dengan kata lain, media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi intruksional dilingkungan siswa, yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Adapun media pembelajaran adalah media yang membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan intruksional atau mengadung maksud-maksud pengajaran.

Pada mulanya, media pembelajaran hanya berfungsi sebagai alat bantu bagi guru untuk mengajar dan media yang digunakan pun baru sebatas alat bantu visual. Sekitar abad ke-20, usaha pemanfaatan visual dilengkapi dengan alat audio mulai dilakukan sehingga lahirlah alat bantu audio-visual. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), khususnya dalam bidang pendidikan, saat ini penggunaan alat bantu atau media pembelajaran menjadi semakin luas dan interaktif, seperti adanya komputer dan internet. 

Selain membangkitkan motivasi dan minat siswa, media pembeljaran juga dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman, menyajikan data dengan menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan memadatkan informasi. 


Pengertian Metode mengajar 

Kata metode berasal dari bahasa latin yaitu “methodo” yang berarti “jalan”. Dengan demikian metode bersangkut paut dengan pemilihan jalan, arah atau pola dalam berbuat sesuatu untuk mencapai sesuatu tujuan. Sedangkan mengajar dapat diartikan sebagai suatu proses membawa anak didik dari suatu tingkat kecakapan tertentu ke tingkat kecakapan yang menjadi tujuan pendidikan. 

Sehubungan dengan hal tersebut Winarno Surachmad (1976:76), menyatakan bahwa metode adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan mengajar diartikan sebagai penciptaan suatu sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar (T. Raka Joni. 1980:1). 

Dengan demikian metode mengajar adalah metode yang dipergunakan oleh seorang pengajar untuk membawa anak didiknya ke tujuan pengajarannya (E. Kusmana. 1974:1). Lebih jelas lagi ditegaskan oleh Winarno Surachmad (1961), bahwa metode mengajar adalah cara-cara pelaksanaan proses belajar mengajar, atau bagaimana teknisnya sesuatu bahan pelajaran diberikan kepada murid-murid di sekolah. 

Kegiatan pembelajaran yang melahirkan interaksi unsur-unsur manusiawi sebagai suatu proses dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Guru berusaha 

mengatur lingkungan kelas agar anak didiknya termotivasi untuk belajar. Guru berusaha dengan seperangkat pengetahuan dan pengalamannya mempersiapkan program pembelajaran dengan baik dan sistematis. Usaha tersebut dimaksudkan agar anak didiknya memiliki kecakapan, pengetahuan, dan kepribadian yang dilakukan oleh guru di sekolah dengan menggunakan cara-cara tertentu. Cara-cara yang ditempuh oleh guru itulah yang disebut sebagai metode pembelajaran. 

FUNGSI MEDIA PEMBELAJARAN

Dalam proses belajar mengajar, dua unsur yang sangat penting adalah metode mengajar dan media pembelajaran. Kedua unsur ini sangat berkaitan, penentuan metode mengajar akan mempengaruhi media pembelajaran yang digunakan, banyak hal yang harus diperhatikan dalam memilih media, seperti tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, dan karakteristik siswa.

Media adalah sebuah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan. Media pembelajaran adalah sebuah alat yang berfungsi dan digunakan untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Pembelajaran adalah proses komunikasi antara pembelajar, pengajar, dan bahan ajar. Dari pengertian di atas, secara umum dapat dikatakan bahwa substansi dari media pembelajaran adalah bentuk saluran, yang digunakan untuk menyalurkan pesan, informasi atau bahan pelajaran kepada penerima pesan atau pembelajar. Menurut Hamalik, pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologi terhadap siswa.

Menurut Gerlach & Ely (dalam Hamdani 2010: 246) Tiga kelebihan kemampuan adalah sebagai berikut :
  1. Kemampuan fiksatif, artinya dapat menangkap, menyimpan, dan menampilkan kembali suatu objek atau kejadian. Dengan kemampuan ini, objek atau kejadian dapat digambar, dipotret, direkam, difilmkan, kemudian disimpan, dan pada saat diperlukan dapat ditunjukan dan diamati kembali seperti kejadian aslinya.
  2. Kemampuan menipulatif, artinya dapat menampilkan kembali objek atau kejadian dengan berbagi perubahan (manipulasi) sesuai dengan keperluan, misalnya ukuran, kecepatan, warnanya diubah, serta dapat pula diulang-ulang penyajiannya.
  3. Kemampuan distributif, artinya media mampu menjangkau audien yang besar jumlahnya dalam satu kali penyajian secara serampak, misalnya siaran TV atau Radio.
Secara umum media pembelajaran mempunyai kegunaan-kegunaan sebagai berikut: 
  1. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka). 
  2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera.
  3. Penggunaan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif anak didik. Sehingga dapat menimbulkan kegairahan belajar; memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan; dan memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa beberapa pendidik atau guru mempunyai gaya yang berbeda dalam mengadakan pembelajaran, yang menyebutkan bahwa gaya atau model pembelajaran guru yang diadakan akan lebih bermanfaat dengan menggunakan media, serta pembelajaran yang diadakan akan lebih efektif dengan menggunakan media yang berbeda secara berkelanjutan. Maksudnya adalah pembelajaran akan lebih efektif jika penggunaan media pembelajaran tersebut tidak monoton, tetapi diavariasikan dengan media yang lainnya secara bervariasi.

JENIS-JENIS MEDIA PEMBELAJARAN

Media yang digunakan dalam pembelajaran beraneka ragam. Seseorang guru harus dapat memilih salah satu media pembelajaran yang akan digunakan. Penggunaan atau pemilihan media harus disesuaikan dengan materi dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

Media pembelajaran dikelompokan menjadi tiga yaitu :

1. Media Audio

Media audio adalah media yang mengandung pesan dalam bentuk auditif (hanya dapat didengar) yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemampuan para siswa untuk mempelajari bahan ajar. Program kaset suara dan program radio adalah bentuk media audio. Pengguaan media audio dalam pembelajaran pada umumnya untuk menyampaikan meteri ajaran tentang mendengarkan.

Media Audio adalah media yang isi pesannya hanya diterima melalui indera pendengaran. Dilihat dari sifat pesan yang diterima, media audio dapat menyampaikan pesan verbal (bahasa lisan atau kata-kata) maupun non verbal (bunyi-bunyian dan vokalisasi). 

2. Media Visual 

Media visual adalah media yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan indra penglihatan. Jenis media inilah yang sering digunakan oleh para guru untuk membantu menyampaikan isi atau materi pelajaran. Media visual terdiri atas media yang tidak dapat diproyeksikan (non-projected visuals) dan media yang dapat diproyeksikan (Project Visuals). 

Media yang dapat diproyeksikan bisa berupa gambar diam (still pictures) atau bergerak (mition picture). Adapun media yang tidak dapat diproyeksikan adalah gambar yang disajikan secara fotografik, misalnya gambar tentang manusia, binatang, tempat, atau objek lainnya yang ada kaitannya dengan bahan atau isi pelajaran, yang akan disampaikan kepada siswa. Media yang diproyeksikan adalah media yang menggunakan alat proyeksi (proyektor) sehingga gambar atau tulisan tampak pada layar (screen).

3. Media Audio-Visual

Sesuai dengan namanya, media ini merupakan kombinasi audio dan visual atau bisa disebut media pandang-dengar. Audio visual akan mejadikan penyajian bahan ajar kepada siswa semakin mantap dan optimal. Selain itu, media dalam batas-batas terbentuk dapat juga melakukan peran dan tugas guru. Sebab, penyajian materi bisa diganti oleh media, dan guru bisa beralih menjadi fasilitator belajar, yaitu memberikan kemudahan bagi bara siswa untuk belajar. Contoh media audio visual, diantaranya program vedio atau televisi, vedio atau televisi intruksional, dan program slide suara (soundslide).

Media audio-visual disebaut juga sebagai media video. Video merupakan media yang digunakan untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Dalam media video terdapat dua unsur yang saling bersatu yaitu audio dan visual. Adanya unsur audio memungkinkan siswa untuk dapat menerima pesan pembelajaran melalui pendengaran, sedangkan unsur visual memungkinkan penciptakan pesan belajar melalui bentuk visualisasi.

KRITERIA MENENTUKAN METODE PEMBELAJARAN IPS DI SD 

Anda sudah belajar tentang macam-mcam metode yang dapat diterapkan dalam pembelajaran IPS di SD. Permasalahan yng timbul sekarang adalah bagaimana Anda memilih metode atau pendekatan yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan kepada siswa. 

Berhubungan dengan hal tersebut menurut Cheppy HC (tt;80) ada tiga kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan metode, antara lain: 

1. Tujuan 

Tujuan merupakan landasan utama untuk menentukan metode sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Misalnya jika guru akan mengembangkan sikap dalam kehidupan keluarga, maka metode yang dipilih adalah sosiodrama 

2. Kebutuhan dan minat anak 

Kebutuhan individu itu berbeda-beda, misalnya beberapa anak memerlukan pengalaman tertentu, sedang yang lain memerlukan aktivitas tertentu pula. Sebagai guru harus mengetahui kebutuhan-kebutuhan anak untuk menentukan rencana kegiatan pembelajaran. Pada kelas rendah, diperlukan aktivitas yang bertumpu pada bahan-bahan buku bacaan, sosiodrama, permainan, membaca cerita, dan penyusunan bagan. Minat anak sebagian juga ditentukan oleh metode yang digunakan guru. Siswa yang gemar mengkoleksi perangko dan pakaian adat akan berbeda dengan siswa yang gemar membaca ataupun melalui akting. Oleh karena itu dengan mengenal perbedaan-perbedaan siswa tersebut, guru akan mudah untuk menentukan metode yang akan digunakan.

3. Cara Penampilan Guru 

Kepribadian guru dapat dilihat melaluai penampilannya waktu mengajar. Dalam beberapa hal ia telah mengembangkan cara mengajar yang mengesankan, di lain pihak ia memang pandai memilih metode yang tepat, sehingga kegiatan pembelajaran menyenangkan. Guru seperti itulah yang harus tampil di kelas untuk mengajar mata pelajaran IPS. Guru hendaknya memiliki keterampilan memilih metode, dan memiliki keberanian untuk mencoba berbagai metode sebagai variasi dalam mengajar. Peranan guru dalam kegiatan belajar mengajar akan tampak dalam metode yang diterapkan dalam proses pembelajaran. Maka dari itu metode mengajar merupakan hal yang dominan, karena meskipun materi cukup, alat-alat memenuhi syarat, kalau faktor penggunaan metode kurang tepat, maka hasil pembelajarannya akan rendah. Menurut Husein Akhmad, dkk (1981;58) seorang guru IPS dalam memilih metode hendaknya memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut: 

1. Pengajar (guru) 

Seorang guru dalam memilih metode hendaknya mempertimbangkan: pengetahuan yang dikuasai, pengalaman mengajar, dan personalitas yang dimiliki. Personalitas yang cocok dengan siswa akan mendorong kegiatan belajar, karena terbinanya sarana komunikasi yang efektif. 

2. Siswa 

Cara-cara yang dipilih guru hendaknya memperhitungkan lingkungan siswa dari mana ia berasal, tingkat intelektual dan latar belakang siswa, pengalaman praktik siswa serta lingkungan dan budaya siswa. 

3. Tujuan yang akan dicapai 

Tujuan yang akan dicapai merupakan pedoman bagi guru dalam memilih bahan yang akan disajikan dan memikirkan metode apa yang paling efektif. 

4. Materi/bahan 

Materi itu mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, karenanya menuntut cara mengajar yang serasi dengan materi tersebut. Metode untuk materi yang bersifat abstrak akan berbeda dengan metode untuk materi yang bersifat konkrit. 

5. Waktu 

Masalah waktu harus diperhatikan dalam memilih metode antara lain: waktu untuk persiapan, waktu yang tersedia untuk mengajar, waktu yang menunjukkan saat mengajar apakah mengajar pagi hari, siang hari atau sore hari. 

6. Fasilitas yang tersedia 

Fasilitas yang tersedia akan menentukan seberapa jauh orang dapat leluasa dalam memilih metode pengajaran. Setelah guru menentukan metode yang tepat bagi suatu materi tertentu, hendaknya metode tersebut dijadikan sebagai alat untuk menyajikan bahan pelajaran dan sekaligus sebagai alat bantu siswa untuk mempermudah proses belajar mengajar.

Pendidikan Moral

Pendidikan moral, pribadi dan sipil yang bidangnya berkaitan erat tetapi masing-masing menimbulkan masalah yang berbeda. Salah satu fitur yang saling berbagi, bagaimanapun, adalah bahwa mereka dianggap mata pelajaran praktis dengan komponen teoritisyang diperebutkan. Masalah lainnya adalah bahwa ada ketidaksepakatan mengenai apakah mereka yang paling tepat ditangani sebagai bagian dari membesarkan anak di rumah atau sebagai bagian dari pendidikan formal di sekolah. Apa hubungan antara ketiga bidang tersebut? Dalam bab ini, kita akan membahas pertanyaan-pertanyaan ini.

Pendidikan moral menyangkut hubungan antara tindakan yang benar dan salah dan kemampuan anak-anak untuk membedakan, melibatkan, dan mendukung.

Pendidikan pribadi menyangkut kemampuan anak-anak untuk membentuk kepribadian mereka sendiri dan bergerak ke arah realisasi diri. Pendidikan kewarganegaraan, di sisi lain, berkaitan dengan kemampuan anak untuk memahami dan mengambil bagian dalam proses politik masyarakat mereka. Meskipun sulit untuk melihat bagaimana seseorang dapat memiliki pendidikan pribadi atau kewarganegaraan tanpa pendidikan moral, kemungkinan memiliki pendidikan moral tanpa kedua hal tersebuttidak diragukan, setidaknya dalam arti formal. Orang mungkin berpendapat bahwa ini akan mengarah pada pendidikan yang tidak lengkap, tapi itu adalah masalah lain. Tetapi juga dikatakan bahwa itu bukan tempat sekolah untuk memberikan pendidikan moral yang baik. Kitaakan memeriksa sejauh mana suatu sistem pendidikan publik terpercaya harus terlibat dalam tiga wilayah ini, tanpa pada saat yang sama membuat keputusannya masing-masing.

Pendidikan moral, pribadi dan sipil adalah aspek-aspekyang tidak dapat dihindari dalam dunia pendidikan, bahkan jika mereka bukan bagian dari sekolah. Pendidikan, seperti yang kita lihat, adalah persiapan untuk hidup dan hiduptidak dapat dihindarkan melibatkan aspek moral, pribadi dan sipil. Penolakan Sebuah sistem pendidikan untuk menggabungkan salah satu atau semua dari tiga aspek tadi ke dalam kurikulum merupakan indikasi utama dari sistem sekolah, tiga hal ini tidak dapat dihapus salah satunya dari konsep pendidikan. Pengecualian salah satu dari tiga hal tersebutadalah keputusan untuk kepentingan mereka (pihak sekolah menganggap tidak terlalu mementingkan hal tsb), kesulitan mereka (subyek terlalu rumit untuk ditangani pihak sekolah) atau kontroversial mereka (ada terlalu banyak ketidaksepakatan komunal dan intra-politik tentang apakah dan bagaimana mereka harus diajarkan). Kitaakan memeriksa alasan dan menentang pendapat tsb termasuk beberapa atau ketiga aspek dalam kurikulum sekolah. Meskipun pendidikan moral, pribadi dan sipil adalah aspek-aspek yang diperlukan dalam pendidikan, ketiga aspek tsb tidak selalu diberikan peran oleh sekolah. Hal ini mencerminkan pandangan bahwa mereka bukan bagian dari konsepsi pendidikan yang dianut oleh sistem sekolah.

Pendidikan Moral: mengapa kita membutuhkannya dan apa bentuk yang harus diambil, termasuk pendidikan moral implisit.

Pendidikan moral dalam arti yang telah dijelaskan di atas jelas sangat diperlukan untuk persiapan untuk hidup. Di luar ini ada kemungkinan terjadiketidaksepakatan. Beberapa mempertahankan bahwa tempat yang tepat untuk pendidikan moral adalah di rumah (Holt 1984).Sebaliknya, bahwa negara memiliki peran penting di dalamnya. Seperti Hobbes, berpikir bahwa negara harus setidaknya memiliki peran di dalamnya (Hobbes 1968, Bab 26). Tidak diragukan lagi salah satu kekhawatiran orang-orang yang berpikir bahwa itu adalah masalah tanggung jawab orang tua adalah bahwa memungkinkan negara untuk memiliki peran melalui sistem pendidikan publik akan menyebabkan moralitas yang disponsori negara, yang akan, pada gilirannya, mengurangi kekuatan individu dan masyarakat sipil dalam hubungannya dengan negara. Mereka yang percaya bahwa orang tua tidak harus memiliki peran utama dalam pendidikan moral percaya bahwa ada bahaya pendidikan moral yang secara asuhan orang tua lakukan akan menyebabkan orang dewasa tidak akan mampu untuk membuat pilihan mereka sendiri tentang jenis-jenis kehidupan yang ingin mereka pimpin atau, lainnya, mereka yang tidak akan dapat menghormati kategori orang tertentu secara cukup, seperti wanita.

Situasi menjadi rumit bagi kaum liberal, yang mendukung "teori tipis yang baik". Ini berarti bahwa, dalam masyarakat liberal terdiri dari kelompok kepentingan yang berbeda untuk hidup bersama secara harmonis relatif. Menurut Rawls (1971, 1993), jenis konsensus yang mendukung masyarakat liberal melibatkan komitmen untuk kebebasan yang sama besar, untuk persamaan kesempatan yang adil dan prinsip distributif lemah yang menjamin posisi yang paling baik dari segmen masyarakat. Dengan demikian, pandangan moral yang konsisten pada posisi ini diijinkan. Apa yang mereka akan jadikan pilihan masyarakat tertentu, yang akan memiliki perbedaan "tebal" atau konsepsi contentful dari baik. Namun, posisi moral yang tidak konsisten dengan prinsip-prinsip keadilan yang tidak wajar, yaitu, mereka tidak membentuk dasar bagi kerjasama dengan anggota masyarakat lainnya, bahkan jika anggota mereka sendiri menganggap mereka untuk mendukung konsepsi mereka sendiri tentang apa yang merupakan berharga hidup. Mereka tidak melayani fungsi nyata dalam prinsip-prinsip dari pemerintahan liberal dan, dalam arti formal, tidak adil. Ini bukan titik sepele: misalnya, egalitarianisme kaku, yang mengharuskan semua orang untuk memiliki persis pendapatan yang sama dan kekayaan mungkin dikatakan tidak konsisten dengan prinsip kebebasan yang sama besar; sehingga juga mungkin kepercayaan diskriminasi antara, katakanlah, anak perempuan dan anak laki-laki dalam hal peluang yang tidak konsisten dengan kesetaraan wajar prinsip kesempatan. Begitu juga adalah kepercayaan libertarian bahwa jaring pengaman amal adalah bentuk hanya secara moral dibenarkan bantuan bagi masyarakat miskin; tidak konsisten dengan setidaknya satu interpretasi dari prinsip bahwa distribusi harus untuk keuntungan terbesar dari yang paling kaya.

Apapun yang kita pikirkan pandangan ini liberalisme, itu menimbulkan masalah bagi pendidikan moral, karena tampaknya menunjukkan bahwa banyak yang sekarang lolos untuk pendidikan moral tidak konsisten dengan prinsip-prinsip keadilan sehingga ditetapkan dan harus, karena itu, harus ditekan, apakah itu berlangsung di rumah atau di sekolah. Ini harus ditekan karena mendidik anak dengan cara seperti itu akan gagal untuk mempersiapkan mereka untuk bekerja sama dengan anggota masyarakat lainnya untuk keuntungan bersama semua orang. Tak perlu dikatakan, mungkin akan sangat tidak nyaman dengan ini. Bagaimana bisa terjadi bahwa pandangan liberal tertentu moralitas harus diizinkan untuk menekan para pesaingnya, bahkan jika mereka tulus dianggap benar oleh orang-orang yang menahan mereka? Liberalisme semacam ini tampaknya, di satu sisi, tidak meresepkan setiap rentang tertentu apa pilihan berharga dan, pada saat yang sama, untuk melarang berbagai macam keyakinan yang ditindaklanjuti yang tampaknya banyak menjadi penting untuk tampilan mereka sendiri bagaimana anak-anak mereka sendiri harus dibesarkan. Ada yang salah di sini.

Di satu sisi, "berpikir teori yang baik" terlalu tipis, karena memberikan sedikit atau tidak ada indikasi indikasi apa berbagai pilihan masyarakat menganggap berharga. Dalam arti lain, itu terlalu "tebal" karena tidak termasuk isi dari berbagai bentuk pendidikan moral. Dalam hal ini, sebagai Mulhall (1998) berpendapat, itu sendiri merupakan doktrin moral yang substantif dengan komitmen moralnya sendiri. Dengan demikian, itu berkomitmen untuk pandangan tertentu tentang apa yang atau tidak secara moral diperbolehkan. Misalnya, pengobatan Rawls aborsi menunjukkan bahwa melarang penghentian kehamilan dalam tiga bulan pertama adalah tidak masuk akal dan mungkin kejam dan menindas (Rawls, 1993, hlm. 243-244, fn 32). Di balik penolakan kandungan moral substantif dengan doktrin politik liberal, ada sebuah komitmen untuk sebuah doktrin yang mencakup "hormat bagi kehidupan manusia" dan "kesetaraan perempuan sebagai warga negara yang sama '' (ibid.). Hal ini setidaknya dapat dikatakan bahwa ini adalah komitmen substantif moral berdasarkan tertentu, dan kontroversial untuk beberapa, interpretasi hak asasi manusia. Masalahnya, seperti yang kita lihat, adalah bahwa konsensus liberal yang tertib sipil didasarkan harus meresepkan sesedikit mungkin mengenai apa yang diijinkan. Seharusnya tidak, bagaimanapun, syirik dari mengatakan sesuatu yang substantif tentang berbagai pilihan berharga, jika ini adalah apa mayoritas demokratis inginkan. Apakah ini konsisten? Kelompok yang bersedia untuk mematuhi hukum yang ditetapkan oleh mayoritas terpilih secara demokratis dan yang berkontribusi pada pemeliharaan masyarakat harus diizinkan untuk membawa anak-anak mereka dengan cara yang konsisten dengan hukum-hukum tersebut, bahkan jika pemerintah hari memiliki tertentu Mengingat apa yang merupakan kehidupan yang berharga. Menurut pandangan ini, tidak ada satu kebijakan liberal tentang aborsi yang harus diterapkan dalam masyarakat yang bisa disebut "liberal". Tentu saja, harus ada beberapa kebijakan, namun kemunculannya akan menjadi masalah argumen politik dalam masyarakat.

Jika pemerintah tidak mampu untuk memajukan ide substantif yang baik, maka tidak jelas sejauh mana masyarakat yang diperintah mampu memiliki kehidupan politik yang melampaui menekan views yang berada di luar konsepsi dari apa yang masuk akal. Tentu saja, harus ada konsensus yang kehidupan politik bersandar, tetapi kebutuhan ini untuk mencakup minimum yang diperlukan untuk konflik terjadi melalui cara-cara politik ketimbang kekerasan. Hal ini memerlukan komitmen untuk toleransi atau pandangan bahwa orang-orang yang memiliki pandangan yang secara moral bertentangan dengan kita sendiri harus memiliki hak, dalam batas-batas, untuk mempromosikan pandangan mereka baik secara politik dan dalam komunitas mereka sendiri, asalkan mereka memperpanjang toleransi kepada mereka yang tidak setuju dengan mereka. Jika demokrasi liberal menyiratkan apa-apa, itu berarti bahwa semua warga negara memiliki hak yang sama untuk pertimbangan dan keadilan, berdasarkan pada kepentingan individu umum dalam pemeliharaan kondisi untuk kehidupan yang berharga, apa pun itu.

Toleransi tidak berarti satu yang suka pandangan dan praktik yang satu mentolerir, jika apa yang begitu, orang tidak perlu mentolerir mereka. Toleransi menyiratkan bahwa satu terus bekerja sama dengan orang-orang yang pandangan satu tidak suka dan bahkan membenci. Mengapa orang harus melakukan ini? Alasannya adalah bahwa untuk mengatasi perbedaan secara damai daripada melalui paksaan dalam kepentingan jangka panjang semua orang. Sejak kelompok yang saat ini mayoritas mungkin tidak begitu di masa depan. Apa batas ini toleransi? Mereka jauh lebih lemah dari batas-batas kewajaran disarankan oleh Rawls (1993), yang menyiratkan bahwa hanya kerja sama yang menguntungkan semua merupakan dasar bagi kehidupan sipil dan politik yang memuaskan. Akan mencakup: (1) prinsip keadilan yang membuat semua sama di depan hukum dan berhak atas perlakuan yang adil (Gray 1995); (2) larangan hukum tentang kekerasan terhadap orang dan harta benda dan perampasan harta pribadi. (milik pribadi menjadi kepemilikan yang minimum yang diperlukan untuk menjalani hidup mandiri); dan (3) yang memungkinkan pluralitas pandangan moral, politik dan agama, tunduk pada batas-batas (1) dan (2) di atas. Mereka akan bersedia melakukannya karena perdamaian sipil hampir selalu lebih baik untuk perang saudara.

Tentu saja, semua ini akan bekerja tanpa konsensus liberal. Tapi itu juga halnya dengan bentuk yang lebih kuat dari tumpang tindih konsensus bahwa Rawls pendukung. Keduanya membutuhkan kebiasaan hidup bersama dalam bentuk koperasi usaha yang pada akhirnya tergantung pada sikap dan kebiasaan toleransi dan kompromi tertanam. Tidak ada jenis liberalisme dapat dikenakan oleh perjanjian formal jika kebiasaan yang relevan untuk mematuhi itu belum ada (Hume 1978, BK III, bagian II, Bagian V). tapi jenis konsensus yang kita sarankan adalah jauh lebih mudah untuk mencapai dari yang dianjurkan oleh Rawls dan memiliki non merugikan tidak memungkinkan sebagian besar dari apa yang kita sebut kehidupan politik dan sipil. Hal ini lebih mudah untuk mencapai karena menuntut kurang dan lebih kompatibel dengan berbagai negara liberal dan bahkan non-liberal dicapai dari konsensus yang dianjurkan oleh Rawls. Dia tidak dapat menemukan contoh versinya liberalisme politik, bahkan bukan Amerika Serikat, yang tampaknya menjadi masyarakat yang datang paling dekat dengan prinsip-prinsip yang diabadikan dalam liberalisme politik saat ia melihatnya.

Mengingat pertimbangan ini, adalah mungkin untuk melihat bahwa masyarakat politik liberal harus memungkinkan bentuk yang beragam dari subjek pendidikan moral untuk kendala di atas. Hampir semua moral tradisional menemukan sedikit kesulitan dalam menyetujui dengan menghormati kehidupan, anggota badan dan properti pribadi (poin (1) dan (2) di atas). Beberapa, tetapi tidak berarti semua, mengalami kesulitan dengan (3), prinsip toleransi. Tapi liberalisme pada pandangan kita bukan hanya seperangkat prinsip, tetapi seperangkat sikap dan disposisi. Adalah penting untuk menyadari bahwa ini tidak berarti bahwa mereka menyerah pandangan mereka sendiri, hanya bahwa mereka menerima bahwa mungkin ada keterbatasan untuk sejauh bahwa mereka dapat diimplementasikan (Gray 1995, Bab 5; Winch 1996, Bab 3).

Yang mengatakan, pendidikan moral di rumah dan sekolah harus konsisten dan, prinsip-prinsip yang tersedia 1-3 dipatuhi, harus ada cukup kesamaan antara sistem pendidikan publik, dan pengasuhan anak di rumah dan masyarakat untuk menghindari konflik. Pada saat yang sama, pandangan agama dan moral yang berbeda bahwa orang tua yang berbeda mungkin memiliki dapat dikembangkan dalam masyarakat. Dengan demikian kita dapat melihat bahwa keragaman pendidikan moral bisa ada dalam suasana saling toleransi. "Tapi", banyak kaum liberal akan mengatakan, "masalah masih tetap". "Kita bisa bayangkan anak-anak tumbuh toleran tapi benar-benar picik ketika datang ke mempertimbangkan sudut pandang orang lain. Mereka mungkin mentolerir pandangan lain karena mereka telah terbiasa untuk melakukannya, tetapi tidak mampu memiliki simpati imajinatif apapun untuk pandangan ini. "Ini akan, dalam pendapat kita, menjadi kendala melumpuhkan pada kebutuhan toleransi. Toleransi akan menjadi mekanik, bercerai dari baik simpati atau pemahaman dan karena itu tidak mungkin untuk bertahan. Kecuali seseorang dapat memiliki beberapa wawasan imajinatif menjadi, dan karena itu beberapa simpati untuk, pandangan asing sendiri, 'kemampuan seseorang untuk bernegosiasi dan berkompromi, yang merupakan hasil alami dari pandangan toleran, akan sulit dicapai.

Posisi kita membiarkannya terbuka pada saat ini, apakah atau tidak harus ada sekolah yang berbeda katering untuk tradisi moral dan agama yang berbeda. Kitaakan mengambil melihat lebih dekat pada masalah ini dalam Bab 10, tapi untuk saat ini kita akan menunjukkan bahwa kendala yang kita telah sketsa yang kompatibel dengan berbagai cara berurusan dengan keragaman budaya dan nilai dalam konteks publik sistem pendidikan yang disponsori oleh masyarakat plural liberal.

Rasionalitas kritis sebagai persyaratan pendidikan moral berbasis sekolah

Bagaimana kemudian, dapat mengkondisikan (3), tentang toleransi dan kompromi, harus dipenuhi dengan cara yang akan bekerja dalam jangka panjang? Kita berpendapat bahwa kondisi ini menunjukkan bahwa perkembangan rasionalitas kritis, sementara diinginkan dalam kaitannya dengan berbagai aspek kurikulum (lihat Bab 2, 3 dan 10), juga relevan untuk pendidikan moral. rasionalitas kritis diperlukan untuk memberikan pemahaman yang diperlukan mengenai kelemahan mungkin dalam keyakinan sendiri untuk sebuah gelar yang satu setidaknya bisa menghargai bahwa ada titik pandang alternatif yang belum tentu jahat. Hal ini memungkinkan orang untuk mengambil serius gagasan bahwa tulus, baik yang berarti orang mungkin tetap memegang pandangan bahwa orang percaya ti menjadi mendalam keliru. rasionalitas kritis, bagaimanapun, memungkinkan lebih dari ini. Dalam melihat apa kelemahan dari seseorang dilihat sendiri adalah, satu juga dalam posisi yang lebih baik untuk menilai apa aspek terkuat dan paling berharga dari kepercayaan mereka, serta fitur-fitur dari keyakinan sendiri bahwa salah satu akan paling enggan untuk menyerah pelaksanaan di dunia. Kesadaran ini sendiri merupakan prasyarat bagi upaya untuk membangun kompromi tentang pelaksanaan keyakinan dan sistem nilai di dunia.

Isi pendidikan moral

Kita sekarang dapat secara singkat mempertimbangkan isi pendidikan moral. Sebuah masyarakat liberal harapkan warganya untuk menegakkan hak untuk hidup, milik pribadi dan standar dasar keadilan untuk semua warga negara. Hal ini juga akan mengharapkan mereka untuk dapat mengadopsi sikap kritis rasional terhadap mereka sendiri dan keyakinan moral orang lain. Di luar ini, namun, kita segan untuk meresepkan baik pendekatan umum untuk pendidikan moral, atau filsafat yang mendasari pendekatan itu. Ini berarti bahwa pendidikan moral dapat didasarkan baik pada pengembangan karakter atau pada pengembangan kepatuhan terhadap aturan perilaku (Carr dan Steutel 1999; Haydon 1999). Hal ini dapat baik khawatir dengan konsekuensi dari tindakan atau dengan nilai tindakan sendiri. Ini akan, bagaimanapun, mengandung, dalam beberapa derajat atau lainnya, unsur-unsur berikut:
  1. Pendidikan moral sebagai persiapan praktis untuk kehidupan.
  2. Pendidikan moral sebagai pengetahuan tentang benar dan salah.
  3. Pendidikan moral sebagai pengetahuan tentang apa yang orang yakini benar atau salah.
Titik 1 menyangkut pengembangan kemampuan untuk melakukan diri sendiri dan untuk membentuk penilaian moral dalam konteks kehidupan sehari-hari, serta dalam situasi yang lebih khusus, seperti persahabatan, hubungan seksual, keluarga dan pekerjaan-tempat. Ada konsepsi yang berbeda tentang bagaimana ini harus dilakukan. Satu, berasal dari karya Aristoteles, menunjukkan bahwa itu yang terbaik dicapai melalui pengembangan karakter yang memungkinkan halus, tapi penilaian dasarnya pribadi harus dibuat yang sesuai dengan situasi di tangan (Aristoteles 1925; Carr 1991, Carr dan Steutel 1999). Lain, utilitarian dalam inspirasi (yang, berkaitan dengan maksimalisasi kesenangan atau kepuasan preferensi), menekankan kemampuan untuk membuat penilaian yang benar tentang konsekuensi dari tindakan (Mill 1861; Scarre 1997). Namun tradisi lain menekankan kemampuan untuk mengenali dan mengikuti aturan moral (Kant 1948; Haydon 1999). Sisi pertama persiapan, namun, kita berpendapat, sedemikian rupa bahwa orang-orang berpendidikan moral akan membayar memperhatikan prinsip-prinsip perilaku benar dan salah apa pun yang memperoleh dalam masyarakat mereka. Tempat kedua penekanan khusus pada poin 1 dan khususnya untuk menjadi pekerjaan bisa keluar konsekuensi yang mengarah ke preferensi-kepuasan bagi orang sebanyak mungkin. ketiga meletakkan penekanan khusus pada point 2, dan dengan demikian pada pengembangan pengakuan dan kemampuan untuk mengikuti aturan-aturan moral. Tapi tradisi utilitarian tidak menampik pentingnya aturan-guidedness benar (lihat Cerdas 1973), juga tidak tradisi berdasarkan aturan-benar mengabaikan pentingnya pembangunan karakter sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan untuk mengenali sifat mengikat aturan moral. tradisi moral yang berbeda akan menempatkan penekanan yang berbeda pada poin 1 dan 2.

Kriteria 3 tidak terlalu penting dalam pendidikan normatif moral, yaitu, pendidikan moral yang mempersiapkan seseorang untuk berperilaku secara moral dan untuk mengevaluasi tindakan orang lain. Dari sudut pandang kita, bagaimanapun, pendidikan moral normatif tidak cukup untuk persiapan untuk hidup dalam masyarakat liberal. Kita telah mencatat fakta dari nilai pluralisme, bahwa kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat memiliki nilai yang berbeda dan kita juga telah mencatat bahwa liberalisme, sebagai sistem politik bekerja, membutuhkan kemampuan untuk mentolerir, untuk memahami dan untuk tiba di kompromi atas pelaksanaan yang berbeda nilai-nilai. Ini mensyaratkan bahwa alternatif-alternatif dipahami, maka pentingnya titik 3. Kita tidak mengklaim bahwa 3 memiliki prioritas setiap lebih pendidikan moral normatif. Memang, pandangan kita adalah bahwa kita harus memiliki dasar yang aman persiapan moral yang sebelum seseorang dapat berada pada posisi untuk mempertimbangkan alternatif moral. Kenapa ini? Secara singkat, salah satu kebutuhan pemahaman tentang moralitas dan mengapa penting dalam arti praktis sebelum seseorang dapat mempertimbangkan alternatif. Ini adalah bagian dari sifat normatif moralitas yang satu mengakui tuntutannya, apakah mereka menjadi dalam hal pertimbangan konsekuensi, penilaian yang sesuai atau pengakuan dari aturan yang mengikat. Salah satunya adalah mempertimbangkan sistem moral yang normatif alternatif, cara-cara alternatif di mana tuntutan moral yang dibuat pada satu. Untuk mempertimbangkan dan mengevaluasi alternatif seperti, salah satu kebutuhan beberapa pemahaman tentang apa permintaan moral dan mengapa penting. Kita menyarankan bahwa pengetahuan alternatif moral dalam tradisi moral yang asli seseorang adalah bagian penting dari pendidikan moral yang lengkap, belum tentu sesuai untuk tahap awal (lihat juga Winch 1998, Bab 14).

Pendekatan Saintifik Dalam Penerapan Kurikulum 2013



TUGAS ARTIKEL

“PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PENERAPAN KURIKULUM 2013”



Disusun oleh:
Nama: Dewi Agustini
NIM: 2227150023


Pembina MK: Reksa Adya Pribadi,M.pd


PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR (PGSD)
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG-2016

Hakikat pendidikan secara umum adalah sebagai upaya secara sadar dan sistematis untuk memanusiakan manusia. Dalam konteks Undang-undang nomor 20 Taun 2003 tentang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa pedidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Strategi dan pendekatan model pembelajaran saintifik dan kontekstual sangat diperlukan dalam menunjang terwujudnya seluruh kompetensi dan ranah yang dimuat oleh kurikulum 2013. Karena dalam kurikulum memuat apa yang seharusnya diajarkan kepada peserta didik, sedangkan pembelajaran merupakan cara bagaimana apa yang diajarkan dan bisa dikuasai oleh peserta didik. Yang wajib dilaksanakan dan dikembangakan oleh guru jadilah pendidik sejati, pendidik sejati adalah pendidik yang melaksanakan tugas dengan cinta kasih sayang. Masalah yang sulit dihadapi jadi mudah. Mudah itu gampang untuk diamalkan/dilaksanakan.
Kurikulum adalah inti pendidikan, oleh karena itu kurikulum merupakan bidang yang paling besar memberikan pengaruh langsung terhadap perkembangan peserta didik. Dengan demikian, kurikulum dapat sebagai “sesuatu” yang akan diajarkan, sedangkan pembelajaran merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengajarkan materi tersebut.
Atas dasar kebutuhan yang sangat tinggi akan penerapan pembelajaran berbasis kurikulum tematik (pembelajaran tematik), khususnya di tingkat sekolah dasar. Maka pendekatan pembelajaran yang paling sesuai untuk diterapkan oleh setiap guru adalah pembelajaran dengan pendekatan tematik, atau pembelajaran berbasis kurikulum tematik. Pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga melahirkan pengalaman yang sangat berharga  bagi peserta didik.
Kurikulum 2013 memiliki empat aspek penilaian, yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan, aspek sikap, dan perilaku. Di dalam kurikulum 2013, terutama di dalam materi pembelajaran terdapat materi yang dirampingkan dan materi yang ditambahkan. Materi yang dirampingkan terlihat dari materi bahasa Indonesia, IPS, PKN,dsb.
 Pengertian Kurikulum
Istilah kurikulum mempunyai pengertian yang cukup beragam mulai dari pengertian yang sempit hingga yang sangat kuat.
Pengertian kurikulum yang secara sempit yang dikemukakan oleh William B. Ragan bahwa kurikulum sekedar memuat dan dibatasi pada sejumlah mata pelajaran yang diberikan guru/sekolah kepada peserta didik guna mendapatkan ijazah dan sertifikat.
Pengertian kurikulum secara luas dikemukakan oleh Winarno Surahmad bahwa kurikulum adalah suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan teertentu. Kurikulum sebagai program pengalaman belajar serta hasil-hasil belajar yang diharapkan, yang diformulasikan melalui pengetahuan dan kegiatan yang tersusun secara sistematis, diberikan kepada peserta didik di bawah tanggung jawab sekolah untuk membantu pertumbuhan/perkembangan pribadi dan kompetensi sosial peserta didik.
jika guru memperhatikan perkembangan para peserta didiknya dan karakteristik cara belajar mereka, maka kurikulum yang paling sesuai untuk diterapkan adalah kurikulum tematik. Secara sederhana, kurikulum tematik dapat diartikan sebagai kurikulum yang memuat konsep pembelajaran terpadeu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada para peserta didik.
Pembelajaran merupakan proses dasar dari pendidikan, suatu sistem yang terdiri atas berbagai komponen saling berhubungan satu dengan yang lain. Kompenen tersebut meliputi: tujuan, materi, metode,dan evaluasi. Guru bukan hanya dituntut memiliki pengetahuan, ketrampilan mengajar dengan kompleksitas peranan sesuai dengan tugas dan fungsi yang diembannya, tetapi juga harus kreatif. Upaya dalam melaksanakan tugasnya meningkatkan kualitas hasil pendidikan amat tergantung pada kemampuan guru untuk mengembangkan kreativitasnya.
Pendekatan Saintifik Dalam Pembelajaran
Perubahan merupakan sesuatu yang harus terjadi pada bidang pendidikan. Perubahan yang terjadi adalah pergantian kurikulum 2013 dari kurikulum sebelumnya. Dalam rangka menerapkan pendidikan yang bermutu, pemerintah telah menerapkan kurikulum tahun 2013 untuk diterapkan pada sekolah/madrasah. Penerapan kurikulum ini tentu dilakukan secara bertahap. Ada banyak kompenen yang melekat pada kurikulum tahun 2013 ini. Hal yang paling menonjol adalah pendekatan dan strategi pembelajarannya. Guru masih memahami dan menerapkan pendekatan dan strategi kurikulum yang sebelumnya. Hal ini perlu ada perubahan mindset dari metodologi pembelajaran pola lama menuju pada metodologi pembelajaran pola baru sesuai dengan yang diterapkan pada kurikulum tahun 2013. Tidak semua guru bisa menerima pergantian kurikulum ini. Guru yang baik adalah guru yang mau menerima perubahan, melakukan pertumbuhan, dan perkembangan dalam dunia pendidikan.
Mengamati atau (observing)
Kegiatan pertama pada pendekatan ilmiah pada langkah pembelajaran mengamati/ observing. Metode observasi adalah salah satu strategi pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual dan media asli dalam rangka membelajarkan siswa yang mengutamakan kebermaknaan proses belajar. Dengan metode observasi, siswa akan merasa tertantang mengeksplorasi rasa keingintahuannya tentang fenomena dan rahasia alam yang senantiasa menantang. Metode observasi mengedepankan pengamatan langsung pada objek yang akan dipelajari sehingga siswa mendapatkan fakta berbentuk data yang objektif yang kemudian dianalisis sesuai tingkat perkembangan siswa. Item yang dianalisis siswa kemudian digunakan sebagai bahan penyusun evaluasi bagi siswa.


Menanya (Questioning )
Kegiatan belajarnya adalah mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (mulai dari pertanyaan faktual sampai kepertanyaan yang bersifat hipotetik). Kompetensi yang dikembangkan adalah kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan untuk merumuskan pertanyaan yang untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat. Pada kegiatan pembelajaran ini, siswa melakukan pembelajaran bertanya.
Bertanya merupakan salah satu pintu masuk untuk memperoleh pengetahuan. Karena itu, bertanya dalam kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Demikian pula, bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran ingquiri. Yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.
Mengumpulkan informasi
Merupakan tindak lanjut dari bertanya. Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu, peserta didik dapat membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi. Dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, aktivitas mengumpulkan informasi dilakukan melalui eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek/kejadian/aktivitas wawancara dengan narasumber dan sebagainya.
Pada kegiatan menanya ini, peserta didik diharapkan dapat mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan gambar yang ada. Jika peserta didik mengalami kesuitan dan mengungkapkan pertanyaan, maka guru dapat memberikan panduan pertanyaan awal untuk kemudian dilanjutkan oleh peserta didik yang lain.
Mengasosiasikan/mengolah informasi/menalar (Associating)
Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi peserta didik harus lebih aktif daripada guru. Penalaran adalah proses berpikir yang logis dan sistematis atas fakta-fakta empiris yang dapat diobservasikan untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meskipun penalaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat.
Mengomunikasikan pembelajaran
Pada pendekatan saintifik, guru diharapkan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengomunikasikan apa yang telah mereka pelajari. Pada tahapan ini, diharapkan peserta didik dapat mengomunikasikan hasil pekerjaan yang telah disusun baik secara bersama-sama  
Pada kurikulum sebelumnya, proses pembelajaran di kelas masih masih kurang mendapatkan perhatian. Belum semua guru melakuakn inovasi pada kegiatan inti pembelajaran. Hal yang terdengar masih membingungkan pada kurikulum 2013 adalah kegiatan inti pembelajaran. Dalam dunia pendidikan, kegiatan inti pembelajaran sering disebut dengan methodology. Bagi semua pemegang kebijakan serta semua pelaksana pendidik sangat penting untuk melihat metodologi pembelajaran pada kurikulum tahun 2013. Metodologi ini menggamit pendekatan dan strategi pembelajaran.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) pengertian pendekatan adalah (1)proses, perbuatan, cara mendekati; (2) usaha dalam rangka aktivitas pengamatan untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti, metode-metode untuk mencapai pengertian tentang masalah pengamatan.
Sesuai dengan standar kompetensi lulusan, sasaran pembelajran mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang di elaborasi untuk setiap satuan pendidikan. Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan (proses psikologis) yang berbeda.
Pengertian pendekatan saintifik, implementasi kurikulum 2013 dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengedintifikasi atau menemukan masalah). Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan keterampilan proses, seperti mengamati, mengklafikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan.
Pendekatan subjek akademis dalam pengembangan kurikulum atau program pendidikan didasarkan pada sistematisi disiplin ilmu masing-masing. Setiap ilmu pengetahuan memiliki sistematisi tertentu yang berbeda dengan sistematisi ilmu lainnya.
Pendekatan humanistik dalam pengembangan kurikulum bertolak dari ide “memanusiakan manusia”. Penciptaan konteks yang akan memberi peluang manusia untuk menjadi lebih human, untuk mempertinggi harkat manusia merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar evaluasi dan dasar pengembangan program pendidikan humanistik.
Pengembangan kurikulum atau program pendidikan dengan menggunakan pendekatan teknologis bertolak dari analisis kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas tertentu.
Agar pendidikan dapat memenuhi harapan dalam meningkatkan pencapaian hasil yang memadai dan mempersiapkan kualitas sumber daya manusia yang berkualitas, maka terdapat tiga unsur yang sangat menentukan dalam proses pendidikan dan pembelajaran, yakni siswa, guru, dan kurikulum. Salah satu unsur tersebut adalah guru yang merupakan ujung tombak dalam memberikan proses pembelajaran kepada siswa. Melalui guru proses tranformasi dan penanaman nilai-nilai ilmu pengetahuan kepada siswa yang berlangsung. Oleh karena itu, pencapaian kualitas hasil pendidikan kerap kali ditentukan oleh kemampuan guru dalam menguasai bahan ajar/materi pelajaran dan mewujudkan peran-perannya dalam menjalankan proses pembelajaran kepada siswanya itu.
Guru bukan hanya dituntut memiliki pengetahuan dan kemampuan mengajar, tetapi mewujudkan kompleksitas peranan sesuai dengan tugas dan fungsi yang diembannya serta kreatif. Harus dihindarkan peran guru yang cenderung mendominasi proses pembelajaran dan kurang kreatif yang dicerminkan melalui sikap pasif siswa, sebaliknya menimbulkan keterlibatan dan perilaku aktif siswa dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Untuk itu, sudah selayaknya siswa tidak lagi dianggap sebagai objek pembelajaran oleh guru, melainkan sebagai subjek pembelajaran. Peran yang perlu diwujudkan oleh guru, melainkan sebagai subjek pembelajaran. Peran yang perlu diwujudkan oleh guru adalah sebagai mitra kesejajaran dengan siswa, pimpinan tim, pembimbing, dan fasilitator.
Implementasi kurikulum
Proses belajar mengajar merupakan suatu sistem. Di dalamnya terdapat berbagai komponen pengajaran yang saling terintegrasi untuk mencapai tujuan. Sehubungan dengan itu, peran guru sangat besar dalam usaha penyelenggaraan dalam proses belajar mengajar tersebut. Guna mencapai hasil belajar yang optimalsemua kompenen dalam proses belajar mengajar tersebut tidak boleh diabaikan. Salah satu kompenen tersebut adalah penggunaan media dalam pengajaran, yang saling terkait dengan komponen lainnya dalam mencapai tujuan pengajaran. Proses belajar mengajar yang kompleks itu melibatkan sejumlah komponen, yang terdiri atas guru, tujuan pelajaran, manajemen interaksi, evaluasi, dan siswa.
Media pendidikan adalah segala sarana atau bentuk komunikasi nonpersonal yang dapat dijadikan sebagai wadah dari informasi pelajaran yang akan disampaikan kepada anak didik serta dapat menarik minat serta perhatian, sehingga tujuan daripada belajar dapat tercapai dengan baik.
Guru memiliki kemampuan untuk mengelola kelas sesuai dengan tujuan pembelajaran dan bahan ajar/ materi pelajaran yang diberikan. Pengelolaan kelas yang bervariasi dan disesuaikan dengan kebutuhan akan membawa proses pembelajaran yang tidak bersifat monoton dan satu arah. Sebaliknya, siswa dihadapkan pada kegiatan belajar mengajar yang lebih menantang, menarik, dan tidak membosankan.
Hingga kini pemahaman mengenai pengelolaan kelas tampaknya masih keliru. Sering kali pengelolaan kelas dipahami sebagai pengaturan ruangan kelas yang berkaitan dengan sarana, seperti tempat duduk, lemari buku, dan alat-alat mengajar. Padahal pengaturan sarana belajar mengajar di kelas hanyalah sebagian kecil saja, yang terutama adalah pengkondisian kelas, artinya bagaimana guru merencanakan, mengatur, melakukan berbagai kegiatan di kelas, sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan dan berhasil dengan baik.
Pergantian kurikulum
Mengganti berarti menukar dengan sesuatu yang baru. Sama halnya dengan kita mengganti baju yang kita kenakan, berarti kita mengganti baju yang telah kita pakai dengan baju yang lain. Begitu halnya dengan kurikulum. Jika kita menggunakan istilah penggantian kurikulum, maka kurikulum yang lama diganti dengan kurikulum yang berlaku.yang  berwenang dalam penggantian kurikulum adalah pemerintah pusat dalam hal ini menteri pendidikan nasional. Guru ataupun kepala sekolah sama sekali tidak berwenang dalam hal ini. Dalam penggantian kurikulum banyak aspek yang berpengaruh dan di dalamnya masuk ke dalam ranah politik, sebab menteri sesungguhnya adalah jabatan politis dalam sebuah negara.
            Perbaikan kurikulum
Perbaikan kurikulum biasanya hanya mengenai satu atau beberapa aspek dari kurikulum, seperti metode mengajar, alat peraga, buku pelajaran dan lain-lain dengan tetap mengacu padda kurikulum yang berlaku (nasution, 2008). Perbaikan kurikulum ini bisa dilakukan oleh seorang guru tanpa harus koordinasi dengan pihak-pihak terkait. Guru boleh mengerahkan segala kemampuan dan pemikirannya untuk mengadakan perbaikan kurikulum sehingga kualitas pembelajaran di kelas semakin meningkat. Muara yang diharapkan adalah tercapainya sebuah tujuan pembelajaran yang diinginkan.
Perbaikan kurikulum adalah suatu keharusan bagi seorang guru profesional. Perbaikan ini sangat perlu dilakukan karena kondisi pembelajaran mungkin cocok untuk kelas A, tetapi belum tentu cocok untuk kelas B. Guru harus tanggap terhadap situasi dan kondisi belajar siswa. Guru harus siap mengadakan perbaikan atau revisi terhadap kurikulum yang dia rancang apabila ternyata tidak cocok dengan situasi dan kondisi di kelas. Perbaikan demikian, kurikulum tersebut akan tetap up to date  dan relevan dengan kondisi siswa di kelas.
Baik penggantian ataupun perbaikan kurikulum semuanya merupakan sebuah inovasi atau besarnya perubahan. Hal yang membedakan hanyalah cakupan atau besarnya perubanhan yang dilakukan.
                Masalah yang menuntut perbaikan kurikulum
Ada tiga konsep tentang kurikulum, yaitu:
1.      Kurikulum sebagai substansi yaitu sebuah rencana pembelajarandi kelas.
2.      Kurikulum sebagai sistem yaitu bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat
3.      Kurikulum seabagibidang studi yaitu bidang studi atau kajian para ahli kurikulum dan ahli pendidikan dan pengajaran


Daftar pustaka



M. Hosnan. 2014.  Pendekatansaintifikdan Konseptual Dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor. Ghalia Indonesia
Dr. H. Dinn Wahyudin, MA. 2014. Manajemen Kurikulum. Bandung. Remaja Rosdakarya
Dr. Sukiman, s.Ag., M.pd. 2015. Pengembangan Kurikulum Perguruan Tinggi. Bandung. Remaja Rosdakarya
Ibnu Hajar, M.pd. 2013. Panduan Lengkap Kurikulum Tematik. Yogjakarta. Diva Press

Filsafat Menurut Para Ahli

Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani: ”philosophia”. Seiring perkembangan jaman akhirnya dikenal juga dalam berbagai bahasa, seperti : ”philosophic” dalam kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan Perancis; “philosophy” dalam bahasa Inggris; “philosophia” dalam bahasa Latin; dan “falsafah” dalam bahasa Arab.

Para filsuf memberi batasan yang berbeda-beda mengenai filsafat, namun batasan yang berbeda itu tidak mendasar. Selanjutnya batasan filsafat dapat ditinjau dari dua segi yaitu secara etimologi dan secara terminologi.

Secara etimologi, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau juga dari bahasa Yunani yaitu philosophia – philien : cinta dan sophia : kebijaksanaan. Jadi bisa dipahami bahwa filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Dan seorang filsuf adalah pencari kebijaksanaan, pecinta kebijaksanaan dalam arti hakikat.

Pudjo Sumedi AS., Drs.,M.Ed. dan Mustakim, S.Pd.,MM,

Istilah dari filsafat berasal bahasa Yunani : ”philosophia”. Seiring perkembangan jaman akhirnya dikenal juga dalam berbagai bahasa, seperti : ”philosophic” dalam kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan Perancis; “philosophy” dalam bahasa Inggris; “philosophia” dalam bahasa Latin; dan “falsafah” dalam bahasa Arab.

Plato

Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli.

Aristoteles

Filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.

Al Farabi

Filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) tentang alam maujud bagaimana hakikat yang sebenarnya.

Plato ( 428 -348 SM )

Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala yang ada.

Aristoteles (384 – 322 SM)

Bahwa kewajiban filsafat adalah menyelidiki sebab dan asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas penyelidikan tentang sebab telah dibagi sekarang oleh filsafat dengan ilmu.

Cicero (106 – 43 SM )

Filsafat adalah sebagai “ibu dari semua seni “( the mother of all the arts“ ia juga mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni kehidupan )

Johann Gotlich Fickte (1762-1814 )

Filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu dari ilmu-ilmu , yakni ilmu umum, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang atau jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan seluruh bidang dan seluruh jenis ilmu mencari kebenaran dari seluruh kenyataan.

Paul Nartorp (1854 – 1924 )

Filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan menunjukan dasar akhir yang sama, yang memikul sekaliannya .

Imanuel Kant ( 1724 – 1804 )

Filsafat adalah ilmu pengetahuan yange menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan.