Senin, 28 November 2016

Upaya Meningkatkan Disiplin Kelas Melalui Model Pemberian Motivasi

Konsep Penerapan Sikap Disiplin Dalam Pendidikan

Dalam arti yang luas disiplin mencakup setiap macam pengaruh yang ditujukan untuk membantu siswa agar mereka dapat mamahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan yang mungkin ingin ditujukan siswa terhadap lingkungannya. Dengan disiplin siswa diharapkan bersedia untuk tunduk dan mengikuti peraturan tertentu dan mejauhi larangan tertentu. Kesedian semacam ini harus dipelajari dan harus secara sabar diterima dalam rangka memelihara kepentingan bersama atau memelihara kelancaran tugas di sekolah, sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai. Jadi menegakkan desiplin tidak bertujuan untuk” mengurangi kebebasan dan kemerdekaan peserta didik akan sebaliknya ingin memberikan kemerdekaan yang lebih besar kepada peserta didik dalam batas batas kemampuannya . Akan tetapi jika kebebasan peserta didik terlampau dikurangi, dikekang dengan peraturan maka peserta didik akan berontak dan mengalami frustasi dan kecemasan” ( Drs. Ahmad Rohani HM dkk, ; 126 )

Sesuai dengan pendapat tersebut desiplin yang dilaksanakan disekolah terhadap siswa, siswa akan belajar hidup dengan pembiasaan yang baik, positif dan bermanfat bagi dirinya dan lingkungannya baik pada saat bersekolah maupun untuk bekal hidup dikemudian hari. Tetapi pendekatan dengan penegakan disiplin tersebut janganlah sampai membuat siswa tertekan, dan penerapannya harus pula demokratis dalam artian mendidik.

Namun demikian mulianya tujuan penegakan disiplin seringkali tidak mendapat respons yang positif dari siswa hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor yaitu:

a. Kepemimpinan guru atau kepala sekolah yang otoriter yang menyebabkan sikap siswa yang agresif ingin brontak akibat kekangan dan perlakuan yang tidak manusiawi,

b. Kurang diperhatikannya kelompok minoritas baik yang berada diatas rata-rata maupun yang berada dibawah rata-rata dalam berbagai aspek yang ada hubungannya dengan kehidupan di sekolah,

c. Siswa kurang dilibatkan dan diikutsertakan dalam tanggung sekolah,

d. Latar belakang kehidupan keluarga dan

e. Sekolah kurang mengadakan kerja sama dan saling melepas tanggung jawab.

Diantara penyebab pelanggaran tersebut pelanggaran yang umum sering terjadi karena :

1. Kebosanan siswa dalam kelas, dikarenakan yang dikerjakan siswa monoton tidak ada variasai dalam proses pembelajaran.

2. Siswa kurang mendapat perhatian dan apresiasi yang wajar bagi mereka yang berhasil.

Untuk mengatasi hal ini seorang guru sebagai pendidik harus memilih strategi, metoda dan berbagai pendekatan yang bervariasi agar tujuan yang telah direncanakan dapat tercapai.

Dalam rangka meningkatkan disiplin dan rasa tanggung jawab siswa di sekolah, seorang guru harus menyatakan peraturan dan konsekuensinya bila siswa melanggarnya ” konsekuensi ini dilakukan secara bertahap dimulai dari peringatan, teguran, memberi tanda cek , disuruh menghadap Kepala Sekolah dan atau dilaporkan kepada orang tuanya tentang pelanggaran yan dilakukannya di sekolah ”, ( Drs. Ahmad Rohani HM dkk, 1991; 131 ).

Sesuai dengan pendapat ini bahwa pendidikan bertujuan untuk menumbuhkan perilaku dan sikap mental dengan melatih serta mengembangkannya ke arah nilai sikap yang positif. Untuk membina, menumbuhkan sikap mental dan perilaku yang baik ini, maka alat pendidikan seperti menerapkan disiplin, memberi tugas dan tanggung jawab kepada siswa sesuai dengan kemampuannya perlu dilakukan.

Pembinaan mental dan sikap ini dapat dilakukan melalui sanksi yang berjenjang . Dengan demikian bekal pendidikan yang berisi penambahan pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai serta sikap-sikap haruslah darahkan. Mengembangkan sikap sikap yang cocok untuk tuntutan hidup dan kehidupan kini, disini dan akan datang seperti sikap-sikap : hemat, sederhana, disiplin, selalu berikhtiar, menghargai waktu, berorientasi pada masa depan, berusaha mengatasi alam, misalnya menggunakan payung bila hujan, percaya pada diri sendiri, bekerja untuk menaikkan prestasi, meminta upah atau bayaran bila telah selesai menunaikan tugas dan sebagainya” ( Tim Dosen FIP-IKIP Malang, Usaha Nasional,1980; 224 )

Penerapan Disiplin Melalui Pembiasaan

Pembiasaan dengan disiplin di sekolah akan mempunyai pengaruh yang positif bagi kehidupan peserta didik di masa yang akan datang. Pada mulanya memang disiplin dirasakan sebagai suatu aturan yang mengekang kebebasan peserta didik. Akan tetapi bila aturan ini dirasakan sebagai suatu yang memang seharusnya dipatuhi secara sadar untuk kebaikan diri sendiri dan kebaikan bersama, maka lama kelamaan akan menjadi suatu kebiasaan yang baik menuju ke arah disiplin diri sendiri ( self discipline ).

Disiplin tidak lagi merupakan suatu yang datang dari luar yang memberikan keterbatasan tertentu akan tetapi disiplin telah merupakan aturan yang datang dari dalam dirinya sebagai suatu hal yang wajar dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Pengalaman utama dalam pelaksanaan disiplin akan memberikan kerangka dalam keteraturan hidup selanjutnya. ”Disiplin diri sendiri hanya akan tumbuh dalam suatu suasana di mana antara guru dan para peserta didik terjalin sikap persahabatan yang berakar pada dasar saling hormat menghormati dan saling mempercayai,” ( Drs Ahmad Rohani HM dkk,1991;134 ). Jadi sesuai dengan pendapat ini berarti disiplin harus diterapkan dalam kerangka dan batas yang demokratis serta pedagogis.

Pendidikan Melalui Tanggung Jawab

Dalam buku” On Becoming A Personal Excellent”, tahun 2006, hal 104, oleh Drs. Waidi, MBA.Ed, yang dikutif dari buku ” Quantum Teaching, Dobbi Deporter dkk, menyebutkan bahawa salah satu keberhasilan mendidik siswa adalah dengan cara memberinya tanggung jawab” Demikian juga Soemarno Soedarsono dalam bukunya” Character Building” mengatakan bahwa karakter seseorang dapat dibentuk dengan pemberian tanggung jawab.

Tanggung jawab merupakan indikator penting bahwa seseorang memiliki nilai lebih : kualitas merupakan dambaan banyak orang. Dalam setiap tindakan apabila tidak dilandasi tanggung jawab biasanya seseorang akan ceroboh. Lebih jauh Soemarno Soedarsono mengatakan bahwa tanggung jawab merupakan hal yang sangat urgen dalam pembentukan watak seseorang . Oleh karena itu sudah saatnya dunia pendidikan kita harus merubah orientasinya dari orientasi kognitif ke arah orientasi afektif ( tanggung jawab ) atau dari orientasi kecerdasan intlektual ( IQ ) ke arah kecerdasan spiritual ( SQ ) dan emosional ( ESQ ).­­

Seseorang yang tidak mengambil tanggung jawab tidak akan pernah belajar. Di dalam tanggung jawab ada sejumlah media pembelajaran, seperti resiko, kesulitan dan keberanian mental. Hal ini akan menyebabkan seseorang tumbuh dewasa. Orang yang pintar, cerdas dan terampil apabila tidak memiliki tanggung jawab tidak ada orang yang akan memanfaatkan keterampilannya tersebut.

Untuk itulah seorang anak dalam proses pendidikan baik formal maupun non formal perlu dilatih agar memiliki rasa tanggung jawab.

Interaksi Pendidikan

Di dalam pendidikan, komunikasi antara komunikator dan komunikan di dalamnya terjadi umpan balik antara guru dan murid. Intraksi semacam ini disebut interaksi edukatif, yaitu interaksi yang berlangsung dalam ikatan tujuan pendidikan. Dalam interaksi semacam ini terjadi siswa yang belajar dan guru yang mendidik serta mengajar keduanya untuk mencapai tujuan pendidikan.

Siswa yang belajar mengembangkan potensi seoptimal mungkin, sehingga tujuan tercapai sesuai dengan apa yang dicita-citakan di dalam dirinya. Dalam interaksi seperti ini siwa membutuhkan situasi dan kondisi yang memungkinkan serta menunjang berkembangnya potensi dalam dirinya. Siswa tidak sekedar sebagai objek saja, tetapi terutama sebagai subyek yang belajar.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam interaksi antara guru dan murid adalah :
  • Interaksi bersifat edukatif
  • Dalam interaksi terjadi perubahan tingkah laku pada siswa sebagai hasil belajar-mengajar
  • Peranan dan kedudukan guru yang tepat dalam proses interaksi belajar-mengajar
  • Interaksi dalam proses belajar-mengajar
  • Sarana kegiatan proses belajar-mengajar yang tersedia, yang membantu tercapainya interaksi belajar-mengajar secara efektif dan efesien”
Jadi menurut pendapat tersebut diatas maka dalam interaksi antara guru dan murid, guru berfungsi sebagai pendidik, pengajar, pemimpin, fasilitator dan pengganti orang tua dirumah. Sebagai pengajar artinya guru menyediakan situasi dan kondisi belajar siswa untuk mencapai tujuan pendidikan artinya menyediakan seperangkat pengetahuan, sikap dan ketrampilan serta sarana maupun prasarana. Guru sebagai pemimpin artinya harus bersikap demokratis, terbuka mau mendengarkan pendapat orang lain, keluhan, perasaan, ide muridnya, serta bersedia bekerjasama, saling mengerti dan toleransi. Jadi guru tidak berkuasa penuh, bertindak atas pertimbangan menguntungkan dirinya saja, tanpa memikirkan kepentingan siswanya. Disamping itu guru tidak boleh bersifat masa bodoh, melainkan mau bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama untuk kesejahteraan siswanya.

Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan hubungan guru dan murid, sering terjadi hambatan-hambatan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Hambatan-hambatan itu dikarenakan siswa kurang berdisiplin tidak menghormati guru dan selalu mengganggu temannya yang sedang belajar kurang memiliki rasa tanggung jawab. Dalam hal seperti inilah, maka peranan guru sebagai pemimpin dalam menentukan strategi, memilih metode dan pendekatan yang bervariasi untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. Perilaku siswa dalam interaksi seperti ini ada yang positif dan negatif. Perilaku yang positif perlu mendapat apresiasi, pujian, dan pemberian hadiah. Seorang ahli yang terkenal Thorndike, dalam buku psikiologi pendidikan oleh Toya,1985, 42 menyebutkan ”respons yang dihargai cenderung diulang pada situasi tertentu, sedang respons yang tidak diberi penghargaan cenderung untuk tidak diulang”.

Sesuai dengan pendapat ini berarti, tingkah laku apapun yang dilakukan siswa baik didalam kelas maupun di luar kelas yang bersifat positif perlu diberikan aspresiasi. Disamping memberikan penghargaan dalam interaksi dikenal pula hukuman atau sanksi. Hukuman atau sanksi serta penghargaan, apresiasi yang diberikan kepada siswa harus didasarkan atas pertimbangan sebagai berikut: a. Penghargaan atau hukuman diberikan atas dasar fungsi yang sebenarnya artinya pada situasi tertentu penghargaan atau hukuman perlu diberikan secara tepat. b. Penghargaan atau hukuman diberikan disesuaikan dengan tingkah laku dan kepribadian siswa. c. Penghargaan atau hukuman harus dikaitkan dengan tujuan yang jelas artinya diarahkan untuk mempermudah proses pendidikan.

Jadi dalam memberikan sanksi atau hukuman kepada siswa dapat menekan tingkah laku yang kurang baik. Sedangkan apresiasi atau penghargaan dapat menumbuhkan sikap dan perilaku yang dapat diulang pada situasi dan kondisi yang tepat. Dengan demikian apapun bentuk dan model intraksi edukatif disekolah pada umumnya untuk mencapai tujuan pendidikan. Sesuai dengan pendapat bahwa,” intraksi belajar mengajar pada hakekatnya bermaksud mengantarkan siswa mencapai tujuan yang telah direncanakan sebelumnya” ( Suprayekti, M.Pd, 2003; 6 )

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap Kurang Disiplin

Sikap siswa kurang desiplin di sekolah dipengaruhi dari berbagai faktor. Hal ini karena siswa berasal dari berbagai latar belakang kehidupan sosial ekonomi maupun derajat pendidikan orang tuanya.

Faktor –faktor tersebut diantaranya adalah

a. Sekolah kurang menerapkan disiplin. Sekolah yang kurang menerapkan disiplin, maka siswa biasanya kurang bertanggung jawab karena siswa menganggap tidak melaksanakan tugas pun di sekolah tidak dikenakan sanksi, tidak dimarahi guru.

b. Teman bergaul. Anak yang bergaul dengan anak yang kurang baik perilakunya akan berpengaruh terhadap anak yang diajaknya berintraksi sehari hari..

c. Cara hidup di lingkungan anak tinggal. Anak yang tinggal di lingkungan hidupnya kurang baik, maka anak akan cendrung bersikap dan berperilaku kurang baik pula.

d. Sikap orang tua. Anak yang dimanjakan oleh orang tuanya akan cendrung kurang bertanggung jawab dan takut menghadapi tantangan dan kesulitan kesulitan, begutu pula seballiknya anak yang sikap orang tuanya otoriter, maka anak akan menjadi penakut dan tidak berani mengambil keputusan dalam bertindak.

e. Keluarga yang tidak harmonis. Anak yang tumbuh dikeluarga yang kurang harmonis ( home broken ) biasanya akan selalu mengganggu teman dan sikapnya kurang disiplin.

f. Latar belakang kebiasan dan budaya. Budaya dan tingkat pendidikan orang tuanya akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku anak. Anak yang hidup dikeluarga yang baik dan tingkat pendidikan orang tunya bagus maka anak akan cendrung berperilaku yang baik pula.

Bedasarkan uraian tersebut di atas maka sikap disiplin dan bertanggung jawab siswa sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal. Bukan semat-mata dipengaruhi oleh faktor internal. Hal ini sesuai dengan pendapat ahli filsafat John Locke ( 1632 – 1704) mengajarkan” bahwa perkembangan pribadi ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan terutama pendidikan. Beliau berkesimpulan bahwa tiap individu lahir sebagai kertas putih dan lingkungan tersebutlah yang akan ”menulisi” kertas putih tersebut” ( Tim Dosen IKIP Malang,1980,12).

Jadi dengan demikian, bahwa lingkungan yang baiklah yang dapat membentuk dan membina pribadi yang ideal, dan buakan semata-mata dari bakat anak tersebut.

Sumber:
Rosestyah N.K, Ny, Dra, Masalah Masalah Ilmu Keguruan, Bina Aksara, Jakarta, 1986
Rosestyah N.K, Ny, Dra, Masalah Pengajaran Sebagai suatuSistem, Bina Aksara,Jakarta, 1986

Tidak ada komentar:

Posting Komentar